Langsung ke konten utama

Ikterus neonatorum dan ASI :)

Sedikit berbagi ni, seputar skripsi saya..
Berawal dari kesukaan saya dengan para bayi ganteng dan cantik alhasil terjerumuslah saya dalam lautan neonatologi (ilmu yang mempelajari tentang neonatus alias bayi)
Yap dikesempatan saya kali ini, saya memilih untuk meneliti tentang ASI dan Ikterus. Kalau ASI pasti semuanya sudah kenal, kalau ikterus kayaknya cuma yang terjun di dunia kesehatan aja ni yang tahu istilah ini.
Baiklah saya perkenalkan..
Ikterus merupakan  pewarnaan kuning yang tampak pada sklera dan kulit yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin. Ikterus umumnya mulai tampak pada sklera (bagian putih mata) dan muka, selanjutnya meluas secara sefalokaudal (dari atas ke bawah) ke arah dada, perut dan ekstremitas (Sukadi, 2010).
Gambar 1. Ikterus
sumber: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYfE5pKL75vr1y0ydga9w0T1VFhTycv4-N3Odj0IM25l6WSrhnM68mD9RvkxJhp_iseRTgFvG38wgQU51LCRrclwvnnZkKKg2nNFhJ-02BZDTHkxzBTmYPsEYzgQ8yKzl1vn8919Pflqv2/s320/bayi-kuning-150x150.jpg
Dan ternyata ikterus ini lazim terjadi pada bayi baru lahir.. jadi buat kalian yang punya ponakan baru, adek baru, atau baby baru g perlu khawatir kalau tiba-tiba bayinya kuning.
Ikterus pada bayi baru lahir pada minggu pertama terjadi pada 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang dirawat kembali dalam minggu pertama kehidupan disebabkan karena ikterus (Sukadi, 2010).

Eits tapi jangan tenang dulu karena jika ikterus itu memanjang, bisa jadi membahayakan untuk si bayi.
Ikterus yang ditemukan pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologis (terdapat 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan) atau dapat merupakan hal yang patologis misalnya pada inkompatibilitas rhesus dan ABO, sepsis, galaktosemia, penyumbatan saluran empedu dan sebagainya. Ikterus fisiologis ialah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak memiliki dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologis ialah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia (Hassan dan Alatas, 2007).”
Gambar 2. Foto Terapi
Dari yang sudah saya pelajari sejauh ini saya resumekan dengan bahasa awam kira-kira seperti ini,
Ikterus pada bayi baru lahir ada dua macam, bisa jadi fisiologis (normal) atau patologis (lawannya normal). Ikterus fisiologis ini terjadi di minggu awal kelahiran tapi bukan 24 jam pertama dan kadar bilirubinnya >2 mg/dl. Nah kalau ikterus patologis ini terjadi di 24 jam pertama setelah lahir, dan ditandai dengan peningkatan cepat bilirubin serum. Kriteria meliputi (1) Ikterus dalam 24 jam pertama kehidupan, (2) Peningkatan cepat bilirubin serum total >85 µmol/L (1,5-2 mg/dl) per hari, (3) Bilirubin serum total >200 µmol/L (12,9 mg/dl), (4) Bilirubin terkonjugasi (reaksi-langsung) >25-35 µmol/L (1,5-2 mg/dl), (5) Persistensi ikterus klinis selama 7-10 hari pada bayi aterm atau 2 minggu pada bayi prematur.
           
Mengapa bisa terjadi hal yang demikian?
Ikterus fisiologis terjadi pada bayi baru lahir karena:
Peningkatan pemecahan sel darah merah. Produksi bilirubin bayi baru lahir lebih dari dua kali produksi orang dewasa normal per kilogram berat badan. Uterus yang hipoksik (minim O2), janin bergantung pada hemoglobin F (hemoglobin janin), yang memiliki afinitas oksigen lebih besar daripada hemoglobin A (hemoglobin dewasa). Ketika sistem pulmonar menjadi fungsional saat lahir, massa sel darah merah besar yang dibuang melalui hemolisis mengakibatkan timbunan bilirubin, yang berpotensi membebani sistem secara berlebihan.
Gambar 3. Diagram skematik konjugasi bilirubin
Sumber: Fraser dan Cooper, 2009
       Penurunan kemampuan mengikat albumin. Transpor bilirubin ke hati untuk konjugasi menurun karena konsentrasi albumin yang rendah pada bayi prematur, penurunan kemampuan mengikat albumin (yang dapat terjadi jika bayi mengalami asidosis), dan kemungkinan persaingan untuk mendapatkan tempat mengikat albumin dengan beberapa obat. Tempat ikatan albumin yang tersedia digunakan, kadar bilirubin yang tidak berikatan, tidak terkonjugasi, dan larut lemak dalam darah akan meningkat, serta mencari jaringan dengan afinitas lemak, seperti kulit dan otak. 
         Defisiensi enzim. Kadar aktivitas enzim UDP-GT (Uridine 5’-diphospho glucoronyl transferase ) yang rendah selama 24 jam pertama setelah kelahiran akan mengurangi konjugasi bilirubin. Kadar meningkat setelah 24 jam pertama tidak akan mencapai kadar dewasa selama 6-14 minggu.
            Peningkatan reabsorbsi enterohepatik. Proses ini meningkat dalam usus bayi baru lahir karena kurangnya jumlah bakteri enterik normal yang memecahkan bilirubin menjadi urobilinogen; bakteri ini juga meningkatkan aktivitas enzim beta-glukoronidase, yang menghidrolisis bilirubin terkonjugasi kembali ke kondisi tak terkonjugasi (jika bilirubin diabsorbsi kembali dalam sistem). Jika pemberian susu ditunda, motilitas usus juga menurun, selanjutnya mengganggu ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Bayi Asia memiliki sirkulasi enterohepatik bilirubin yang tinggi, puncak konsentrasi bilirubin lebih tinggi dan ikterus yang lebih lama (Percival, 2009).

Nah kalau yang ikterus patologis bisa disebabkan karena:
Produksi. Faktor yang meningkatkan penghancuran hemoglobin juga meningkatkan kadar bilirubin. Penyebab peningkatan hemolisis meliputi (1) Inkompatibilitas tipe/golongan darah. Rhesus anti-D, anti-A, anti-B, dan anti-Kell, juga ABO. (2) Hemoglobinopati. Penyakit sel sabit dan talasemia (diderita oleh bayi Afrika dan keturunan Mediterania) (3) Defisiensi enzim-Glukosa 6-fosfat dehidrogenase (G6PD) memelihara integritas membran sel SDM, dan defisiensi menyebabkan hemolisis (defisiensi ini adalah penyakit genetik terkait X yang merupakan bawaan wanita yang diderita oleh bayi laki-laki Afrika, Asia, dan keturunan Mediterania). (4) Sferositosis. Membran SDM rapuh (5) Ekstravasasi darah. Sefalhematoma dan memar. (6) Sepsis. Dapat menyebabkan peningkatan pemecahan hemoglobin. (7) Polisitemia. Darah mengandung terlalu banyak sel darah merah seperti pada tranfusi maternofetal atau kembar-ke-kembar.
Gambar 4. Tempat peristiwa terjadinya ikterus
Sumber: Fraser dan Cooper, 2009
Transpor. Faktor yang menurunkan kadar albumin darah atau menurunkan kemampuan mengikat albumin meliputi (1) Hipotermia, asidosis, atau hipoksia dapat mengganggu kemampuan mengikat albumin. (2) Obat yang bersaing dengan bilirubin memperebutkan tempat mengikat albumin (misal: aspirin, sulfonamida, ampisilin).
Konjugasi. Seperti halnya imaturitas sistem enzim pada neonatus, faktor lain dapat mengganggu konjugasi bilirubin di hati, meliputi (1) Dehidrasi, kelaparan, hipoksia, dan sepsis (oksigen dan glukosa diperlukan untuk konjugasi). (2) Infeksi TORCH (toksoplasmosis, rubela, sitomegalovirus, herpes). (3) Infeksi virus lain (misal: hepatitis virus pada neonatus). (4) Infeksi bakteria lain, terutama yang disebabkan oleh Escherichia coli (E.coli). (5) Gangguan metabolik dan endokrin yang mengubah aktivitas enzim UDP-GT (misal: penyakit Crigler-Najjar dan sindrom Gilbert). (6) Gangguan metabolik lain, seperti hipotiroidisme dan galaktosemia.
Ekskresi. Faktor yang dapat mengganggu ekskresi bilirubin meliputi (1) Obstruksi hepatik yang disebabkan oleh anomali kongenital, seperti stresia bilier ekstrahepatik. (2) Obstruksi akibat sumbat empedu karena peningkatan viskositas empedu (misal: fibrosis kistik, nutrisi parenteral total, gangguan hemolitik, dan dehidrasi). (3) Saturasi pembawa protein yang diperlukan untuk mengekskresi bilirubin terkonjugasi ke dalam sistem bilier. (4) Infeksi, kelainan kongenital lain, dan hepatitis neonatal idiopatik, yang juga dapat menyebabkan bilirubin terkonjugasi berlebihan (Percival, 2009).

Dan ternyata ASI bisa berpengaruh juga terhadap kejadian ikterus pada bayi baru lahir. Bagaimana ASI bisa berpengaruh?
Bayi yang diberi minum lebih awal atau diberi minum lebih sering dan bayi dengan pengeluaran mekonium lebih awal cenderung mempunyai insiden yang rendah untuk terjadinya ikterus fisiologis. Bayi yang mendapat ASI, kadar bilirubin cenderung lebih rendah pada yang defekasinya lebih sering. Bayi yang terlambat mengeluarkan mekonium lebih sering terjadi ikterus fisiologis (Sukadi, 2010). Pemberian segera dan frekuensi menetek dapat mencegah ikterus fisiologis. Bayi tidak menyusui dengan sering dan baik dapat meningkatkan kadar bilirubin hingga 15 mg/dl (255 µmol/L). Sebuah penelitian ditemukan, pemberian ASI minimum 9 kali dalam 24 jam dapat mencegah ikterus fisiologis secara bermakna. Bayi yang diberikan ASI antara 9-11 kali per hari sejak lahir dan meningkat 86% pada hari kedua lebih efektif dikonsumsi dibanding dengan pemberian ASI ≤ 6 kali per hari. Bayi yang tidak cukup mendapatkan kolostrum pada awal kelahiran memungkinkan keterlambatan pengeluaran mekoneum. Bilirubin pada mekoneum yang tidak dapat di reabsorbsi pada aliran darah dapat menyebabkan penumpukan kadar bilirubin (Mohrbacher  dan Stock, 2000). 

Berawal dari sinilah akhirnya saya ingin meneliti mengenai hubungan pemberian kolostrum, frekuensi dan durasi pemberian ASI terhadap kejadian ikterus fisiologis pada neonatus. 
Insyaallah Juli sudah selesai ni skripsinya, mohon doanya semua..
Semoga sedikit info ini dapat bermanfaat..

Sumber:
Hassan, Rusepno dan Alatas, Husein, 2007, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI.
Mohrbacher, Nancy dan Stock, BA. Julie, 2000, The Breastfeeding Answer Book Revised Edition, Schaumburg: La Leche League.
Percival, Patricia, 2009, Ikterus dan Infeksi, dalam: Fraser, M. Diane dan Cooper, A. Margaret, 2009, Myles Buku Ajar Bidan Ed. 14, Jakarta: EGC.
Sukadi, Abdulrahman, 2010, Hiperbilirubinemia, dalam: Kosim, M. Sholeh, dkk, 2010, Buku Ajar Neonatologi, Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tips Safety Mudik Balita dengan Cek Klik BPOM

Mudik merupakan tradisi masyarakat Indonesia untuk menyambut Idul Fitri. Masyarakat Indonesia saat ini yang banyak bekerja di luar daerah tempat kelahirannya, sehingga saat momen lebaran melaksanakan tradisi mudik untuk bersilaturahmi dengan keluarga.     Lalu bagaimana jika mudik bersama dengan balita? Tentu ada sedikit kecemasan dan memerlukan persiapan yang lebih mulai dari perlengkapan pakaian, makanan, obat-obatan hingga menyiapkan kesehatan. Tidak perlu khawatir, berikut akan kita bahas tips safety mudik bersama balita: 1.  Siapkan untuk Menjaga Kebersihan Balita saat perjalanan   Si kecil akan merasa nyaman selama perjalanan jika tubuhnya dalam keadaan bersih, sehingga pulas saat beristirahat di perjalanan. Persiapan yang perlu dilakukan adalah menyiapkan toiletris seperti minyak telon, diapers, baby cream , tisu kering dan basah.   2.    Membawa makanan dan minuman pada balita > 6 bulan Saat perjalanan tentu si kecil membutuhkan makanan da

Sindrome Down: 1 diantara 700 Bayi

Sindrom Down adalah suatu kumpulan gejala akibat dari abnormalitas kromosom, biasanya kromosom 21, yang tidak berhasil memisahkan diri selama meiosis sehingga terjadi individu dengan 47 kromosom. Sindrom ini pertama kali diuraikan oleh Langdon Down pada tahun 1866. Down Syndrom merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi pada manusia. Diperkirakan 20% anak dengan down syndrom dilahirkan oleh ibu yang berusia di atas 35 tahun. Syndrom down merupakan cacat bawaan yang disebabkan oleh adanya kelebihan kromosom x. Syndrom ini juga disebut Trisomy 21, karena 3 dari 21 kromosom menggantikan yang normal. 95% kasus syndrom down disebabkan oleh kelebihan kromosom. Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya kelainan kromosom (Kejadian Non Disjunctional) adalah: 1. Genetik Karena menurut hasil penelitian epidemiologi mengatakan adanya peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan syndrom down. 2. Radiasi Ada sebagian besar penelitian bahwa s